HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOULDER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT SOSIAL
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika
Bisnis
Dosen : Sugiharti Binastuti
Disusun
oleh Kelompok 8 :
1. Rizka Khairunisya (16215126)
2. Shiffa Andieni (16215541)
3. Sri Dewi Septiyani (16215667)
3EA01
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN
MANAJEMEN
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Stakeholder dalam konteks ini
adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal maupun informal, seperti pimpinan
pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan organisasi sosial dan
seseorang yang dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui dalam pranata social
budaya atau suatu lembaga (institusi), baik yang bersifat tradisional maupun
modern.
Pada dasarnya setiap kegiatan
perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai
positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan
pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat
mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya
mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau
masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh
kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan
dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat
langsung dari kegiatan perusahaan.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang maka kami mendapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana bentuk stakehoulder ?
2. Apa
definisi dari stereotype, predudice, stigma sosial ?
3. Mengapa
perusahaan harus bertanggung jawab ?
4.
Bagaimana komunitas Indonesia dan etika bisnis ?
5. Bagaimana
dampak tanggung jawab sosial perusahaan ?
6.
Bagaimana mekanisme pengawasan tingkah laku ?
1.3
Tujuan
Pembuatan Makalah
Penulisan ini bertujuan
untuk :
1.
Mengetahui bentuk stakehoulder
2.
Mengetahui definisi dari stereotype, predudice, stigma social
3.
Mengetahui mengapa perusahaan harus bertanggung jawab
4.
Mengetahui komunitas Indonesia dan etika bisnis
5.
Mengetahui dampak tanggung jawab social perusahaan
6.
Mengetahui mekanisme pengawasan tingkah laku
1.4
Manfaat
Pembuatan Makalah
Manfaat dari pembuatan
makalah ini adalah agar para pembaca khususnya para calon pebisnis memiliki dan
mengerti akan wawasan yang utuh mengenai bentuk stakehoulder, definisi dari
stereotype, predudice, stigma social, mengapa perusahaan harus bertanggung
jawab , komunitas Indonesia dan etika bisnis , dampak tanggung jawab social
perusahaan, mekanisme pengawasan tingkah laku sehingga dapat mengaplikasikannya
dalam kegiatan bisnis yang real di masyarakat pada umumnya.
1.5
Metode
Pembuatan Paper
Kami membuat makalah
ini dengan beberapa metode antara lain :
1.
Kepustakaan yaitu mencari buku-buku yang
berkaitan dengan materi yang kami bahas.
2.
Pencarian ilmu dan teori yang berkaitan
dengan materi yang kami bahas melalui Internet
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
Bentuk Stakeholder
Berdasarkan kekuatan,
posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu, stakeholder dapat
diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu:
A.
Stakeholder Utama (Primer)
Stakeholder
utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung
dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai
penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya :
Masyarakat
dan tokoh masyarakat, masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat
yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak
(kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini.
Sedangkan tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh masyarakat
ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi
masyarakat. Di sisi lain, stakeholders utama adalah juga pihak manajer Publik
yakni lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan
implementasi suatu keputusan.
B.
Stakeholder Pendukung (Sekunder)
Stakeholder
pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan
secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki
kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan
berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
Yang termasuk dalam
stakeholders pendukung (sekunder) :
·
Lembaga(Aparat) pemerintah dalam suatu
wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
·
Lembaga pemerintah yang terkait dengan
issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan
keputusan.
·
Lembaga swadaya Masyarakat (LSM)
setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai dengan rencana, manfaat,
dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk organisasi massa yang
terkait).
·
Perguruan Tinggi yakni kelompok
akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah
serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga mereka juga masuk dalam
kelompok stakeholder pendukung.
C.
Stakeholder Kunci
Stakeholder
kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal
pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif
sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu
keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam
stakeholder kunci yaitu :
·
Pemerintah Kabupaten
·
DPR Kabupaten
·
Dinas yang membawahi langsung proyek
yang bersangkutan.
1.2
Stereotype, Predudice, Stigma
Sosial
Perusahaan pada
dasarnya adalah suatu bentuk organisasi dengan kebudayaan yang spesifik yang
hanya di miliki oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga angota-anggota
korporasi tersebut yang juga anggota sebuah komunitas.
Dalam kaitannya dengan
perbedaan budaya dan pola hidup yang ada sebagai lingkungan perusahaan yang
bersangkutan, maka masalah akulturasi menjadi hal yang penting di perhatikan.
Akulturasi atau dalam arti percampuran budaya antara satu komnitas dengan
komunitas lain dapat terjadi ketika anggota komunitas melakukan interaksi
sosial yang intensif.
Penyebaran pengetahuan
budaya dari satu kelompok sosial (termasuk di dalamnya perusahaan) kepada
perusahaan lainya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga
diffusi (Pengaruh) ini dapat menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.
Dapat kita identifikasi
bahwa dominasi pengaruh global lebih kuat dari pada budaya komunitas indonesia
itu sendiri. Penggunaan budaya dominan akan semakin sering kita akulturasi
budaya terus berjalan dengan baik, kekuatan pengaruh budaya semakin dapat
menjadikan budaya yang dominan sebagai acuan untuk bertindak dan bertingkah
laku.
Lintas budaya menjadi
suatu proses yang umum terjadi, hal ini karena komunikasi sangat mudah terjangkau,
dan interaksi antar kelompok yang berbeda sangat mudah terjadi. Oleh karena itu
segala kegiatan yang menjadi dasar bagi aktivitas perusahaan yang mengandung
proses lintas budaya.
Perbedaan pola hidup
akan menjadi suatu hambatan bagi berjalannya korporasi, masalah – masalah
intern pegawai atau anggota korporasi dapat juga menjadi kendala. Biasanya
pegawai yang berasal dari penduduk lokal sering diidentikan dengan orang yang
malas–malas, tidak mau maju, dsb. Memungkinkan perlunya suatu usaha untuk melakukan
monitoring, evaluasi dan audit sosial terhadap berjalannya korporasi yang di
lakukan oleh orang tertentu yang memang berkeahlian di bidang tersebut.
Dalam interaksi sosial
akan muncul di dalamnya identitas yang mencirikan golongan sosial dari individu
yang bersangkutan berupa atribut – atribut/ciri – ciri, tanda, gaya bicara yang
membedakan dengan atribut dari sukubangsa. Hubungan antar sukubangsa yang ada
dalam wilayah cenderung mengarah pada penguasaan, maka akan muncul stereotype,
prejudice, dan stigma social.
·
Stereotype adalah adalah penilaian
terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok dimana orang
tersebut dikategorikan. Stereotype merupakan jalan pintas pemikiran yang
dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang
kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat.
·
Prejudice atau prasangka sosial
merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu,
golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang
berprasangka itu. Dengan kata lain, prasangka sosial ditujukan pada orang atau
kelompok yang berbeda dengannya atau kelompoknya.
·
Stigma adalah tidak diterimanya
seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan
norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang
ataupun kelompok. Contoh stigma sosial dapat terjadi pada orang yang memiliki
kelainan fisik atau cacat mental, anak diluar pernikahan, homoseksual atau
pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama dan etnis seperti menjadi
orang yahudi, afrika dan sebagainya.
Stereotype, prejudice
dan stigma sosial muncul karena pengalaman seorang individu dari golongan satu
terhadap golongan lainnya dan kemudian individu tersebut mengabarkan
pengalamannya tersebut. Akibat dari pengetahuan tentang sukubangsa lain
dari golongan sosial lain akan dipakai sebagai referensi dalam
pengetahuan budayanya untuk beradaptasi dengan dengan suku bangsa lain.
1.3
Mengapa perusahaan harus
bertanggung jawab
Tanggungjawab
sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR)
adalah suatu konsep bahwa organisasi atau perusahaan memiliki suatu
tanggungjawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan
lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Corporate social
responsibility berhubungan erat dengan
pembangunan berkelanjutan, artinya suatu perusahaan dalam melaksanakan
aktivitasnya harus berdasarkan keputusan yang tidak semata berdasarkan aspek
ekonomi seperti tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang
dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang.
Konsep tanggungjawab
sosial perusahaan (CSR) mucul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada
dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari keuntungan
semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan
lingkungan alam. Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari
stakeholder perushaan, maka konsep tanggungjawab sosial muncul dan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang
akan datang.
Tanggungjawab sosial
perusahaan dapat didefiniskan sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahaan
untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan
operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang dimaksud adalah para
shareholder, karyawan, customer, komunitas lokal, pemerintah,
LSM dan sebagainya.
Saat ini baru terdapat
4 (empat) aturan hukum yang mewajibkan perusahaan tertentu melaksanakan
aktivitas CSR atau tanggungjawab sosial dan lingkungan, serta satu panduan (guidance)
internasional mengenai tanggungjawab berkelanjutan (sustainability
responsibility),diantaranya:
Pertama, bagi Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) wajib melaknasakan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL) sesuai dengan Peraturan Menteri Negara BUMN: Per-05/MBU/2007 Pasal
1 ayat (6) dijelaskan bahwa Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang
selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk
meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan pada pasal 1 ayat (7)
dijelaskan bahwa Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL,
adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Program Bina Lingkungan,
meliputi: bantuan korban bencana alam; bantuan pendidikan
dan/atau pelatihan;bantuan peningkatan kesehatan; bantuan
pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;bantuan sarana ibadah; dan
bantuan pelestarian alam.
Kedua, Peraturan
bagi Perseroan Terbatas (PT) yang mengelola Sumber Daya Alam (SDA)
diwajibkan melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan, karena telah
diatur dalam UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Dimana dalam
pasal 74 diatur bahwa : (1)Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan, (2)Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran, (3) Perseroan yang tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketiga, bagi penanaman modal
asing, diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, daalam Pasal 15 (b) dinyatakan bahwa “Setiap penanam modal
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. Sanksi-sanksi
terhadap badan usaha atau perseorangan yang melanggar peraturan, diatur dalam
Pasal 34, yaitu berupa sanksi administratif dan sanksi lainnya,
meliputi: (a). Peringatan tertulis; (b). pembatasan kegiatan
usaha; (c). pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman
modal; atau (d). pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman
modal
Keempat, bagi perusahaan
pengelola minyak dan gas bumi, terikat oleh Undang-undang No 22
Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 13 ayat 3 (p), menyebutkan
bahwa: ”Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat
paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu : (p). pengembangan
masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat”. Jadi
berdasarkan Undang-undang tersebut, perusahaan yang operasionalnya terkait
Minyak dan Gas Bumi baik pengelola eksplorasi maupun distribusi, wajib
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat dan menjamin hak-hak masyarakat
adat yang berada di sekitar perusahaan.
Contoh
kasus CSR :
1.
JICT
ubah perspektif CSR Lewat program pemberdayaan masyarakat
Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tak lagi
hanya bagi-bagi uang. Akan tetapi program CSR harus bisa memberdayakan
masyarakat mulai dari usia belia sampai usia produktif.
Wakil Presiden Direktur Jakarta International
Container Terminal (JICT) Riza Erivan mengatakan perusahaannya senantiasa
berupaya meningkatkan kompetensi masyarakat dengan program CSR JICT yaitu para
komunitas masyarakat diberdayakan lewat program di bidang pendidikan, kesehatan
dan lingkungan. JICT mencoba selalu mengeksplorasi program yang tepat guna agar
perusahaan dan masyarakat dapat tumbuh bersama. Mulai dari 15 PAUD yang
dikembangkan, lalu program sekolah informal ‘Rumah Belajar’ atau ‘RumBel’
sampai program Green Dock School dengan merenovasi sekolah dan perpustakaannya.
Selain itu ada beasiswa ‘Dolphin’ bagi anak-anak buruh di JICT. Dengan pola
program pendidikan yang sudah dijalani selama ini, diharapkan bisa mewujudkan
tujuan pembangunan berkelanjutan. CSR dulu acap kali identik dengan program
bagi-bagi uang massal. Akibatnya, tidak mendidik masyarakat dan membuat
ketergantungan. Di sisi lain, tidak ada singkronisasi antara eksistensi
perusahaan dan pemberdayaan komunitas. "Di situlah peran CSR JICT Untuk
menjadi jembatan pemberdayaan masyarakat demi menggapai masa depan yang lebih
baik
2.
4
Program CSR Pertamina
Tidak hanya sebagai lokomotif perkonomian bangsa,
Pertamina berkomitmen untuk peduli terhadap aspek sosial demi kemajuan bangsa.
Salah satu wujud tanggung jawab sosial dengan adanya program CSR (Corporate
Social Responsibility). Tujuan dari program CSR pertamina agar membantu
pemerintah Indonesia memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia,
melalui pelaksanaan program-program yang membantu pencapaian target pembangunan
millenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Berikut program CSR PT.
Pertamina:
a.
Pertamina dan Pendidikan
Sebagai komitmen
perusahaan untuk turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan untuk
peningkatan akses komunitas terhadap pendidikan di tanah air, CSR Pertamina bidang Pendidikan
melaksanakan sejumlah program yaitu Pertamina Scholarship
(Beasiswa), Pertamina Youth Program - PYP (Edukasi Stakeholder muda), Pertamina Goes To Campus - PGTC (Edukasi
kalangan akademis) dan Pertamina Competition.
b.
Pertamina dan Masyarakat
CSR
Pertamina juga fokus dalam pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan infrastruktur dan Program Pertamina Peduli
Bencana Alam. Dalam pembangunan infrastruktur
dilakukan perbaikan terhadap sarana umum seperti jalan, jembatan, MCK dan sarana air bersih.
c.
Pertamina dan Kesehatan
PT.
Pertamina (Persero) secara konstan selalu menggarisbawahi pentingnya isu
kesehatan anak dalam setiap
program-program CSRnya. Komitmen ini diwujudkan dalam bentuk Program Operasi Anak Penderita Cacat
Wajah.
d.
Pertamina dan Lingkungan
Program
CSR Pertamina di bidang Lingkungan ditujukan sebagai komitmen manajemen dalam rangka tanggung jawab perusahaan
terhadap lingkungan hidup dan pelestarian alam
3.
Pelanggaran
Penyelewengan CSR pada PT Antam Tbk
PT Aneka Tambang (Antam) Jakarta kecewa terhadap penyalahgunaan dana
CSR khusus berkaitan dengan keberadaan PT.ANTAM, misalnya ada salah satu Gubernur di Sulawesi yang diduga
ikut mencicipi dana CSR dari PT Antam (Persero) Tbk sebesar Rp.223 M dan
anehnya lagi dana tersebut tidak dinikmati oleh masyarakat dan Unsur Pemkab
setempat yang dimana kabupaten itu merupakan wilayah operasi dari PT ANTAM.
Berikutnya adalah penyalahgunaan proyek kerjasama dengan Universitas
Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Jawa Tengah. Proyek pertanian terpadu di
Desa Munggangsari Kecamatan Grabag Purworejo senilai Rp 5,8 miliar menjadi
ladang korupsi sejumlah pejabat Universitas Jend. Sudirman sebagai pihak
pelaksana program dan PT Antam.
4.
Pembangunan
Proyek Pulau G oleh PT Agung Podomoro Land justru mempersulit masyarakat
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli memutuskan bahwa
pulau G telah melakukan pelanggaran berat. Alasan Komite gabungan yang membahas
reklamasi menilai Pulau G melakukan pelanggaran
berat, karena ditemukan banyak kabel yang terkait
dengan listrik dan pembangkit milik PLN yang mengganggu
lalu lintas kapal nelayan selain itu menurut Ketua Kelompok Keahlian Teknik
Pantai Institut Teknologi Bandung, Muslim
Muin, reklamasi di teluk Jakarta dampaknya memperparah
banjir Jakarta, pembangunan 17 pulau di pantai utara Jakarta dapat
menghambat aliran 13 sungai ke Teluk Jakarta yang mengakibatkan elevasi muka
air 13 sungai akan naik secara drastis dibandingkan sebelum reklamasi.
Akibatnya, Teluk Jakarta akan menjadi comberan dari 13 sungai karena tidak ada
penampungan. PT Agung Podomoro Land alih-alih memberikan dana bantuan CSR
untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar justru melalui anak
perusahaannya PT Muara Wisesa Samudera memberikan uang sogokan kepada sejumlah
nelayan dan pengurus RT di Kelurahan Muara Angke,. Uang itu disebut diberikan
agar penduduk dan nelayan Muara Angke menerima proyek reklamasi Pulau G yang
dibangun di perairan Muara Angke sejumlah Rp 160 juta kepada ketua RT di RW 11.
Pada kuitansi tersebut tertulis duit itu untuk biaya sosialisasi dan pernyataan
12 ribu masyarakat dalam mendukung reklamasi
1.4
Komunitas Indonesia dan Etika
Bisnis
Indonesia memerlukan
suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga model
indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dari bentuknya, komunitas
Indonesia, komunitas elite, dan komunitas rakyat.
Bentuk – bentuk pola
hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu sampai
dengan industri jasa.Dalam suatu kenyataan di komunitas indonesia pernah
terjadi mala petaka kelaparan di daerah Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire
mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaaan cuaca yang kemarau tanah
tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini, kondisi ini mendorong
pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu komunitas tersebut. Dari
gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elite dan
perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang
demikian, maka di tuntut bagi perusahaan untuk dapat memahami etika bisnis
ketika berhubungan dengan stakeholder di luar perusahaannya seperti komunitas
lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Etika bisnis merupakan
penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan
itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam
melakukan kegiatannya sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan
bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memilki etika pergaulan antar
manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika
pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis.
Dimensi etika dalam perusahaan
·
Etika adalah pandangan, kayakinan dan
nilai akan sesuatu yang baik dan buruk, benar dan salah (griffin).
·
Etika perusahaan adalah standar
kelayakan pengelolaan organisasi yang memenuhi criteria etika.
Upaya perwujudan dan peningkatan etika
perusahaan
·
Pelatihan etika
·
Advokasi etika
·
Kode etika
Keterlibatan public
dalam etika perusahaan. Seorang teman Arif Budimanta mensitir kata–kata sukarno
presiden pertama indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan
pengelolaan sumber daya alam Indonesia kepada pihak asng sebelum orang
Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis
yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan
asing, maka tidak akan mungkin wilayah Indonesia di serahkan kepada asing
(pengelolaannya).
Jati diri bangsa perlu
digali kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku secara umum bagi
komunitas Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata
benda yang bermakna menyeluruh sebagai sebuah kekuatan bangsa.
1.5
Dampak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif
bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan
seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai
penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli
masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan
lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan,
maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap
kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung
nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan
dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut
dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang
akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat
sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud
adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi
merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan
terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang pada
satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan
bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi
sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran
lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang
lebih luas.
Jadi perusahaan akan
mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa yang akan datang dengan
terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada pemangku kepentingan yang
lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya para penentang pengaturan dan pelaksanaan tanggung
jawab sosial perusahaan secara formal berpendapat apabila tanggung jawab
tersebut harus diatur secara formal, disertai sanksi dan penegakan hukum yang
riil. Hal itu akan menjadi beban perusahaan. Beban perusahaan akhirnya akan
menjadi beban masyarakat sebagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu tanggung
jawab sosial perusahaan sangat tepat apabila tetap sebagai tanggung jawab
moral, dengan semua konsekuensinya.
1.6
Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku
Mekanisme dalam
pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat
dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota
tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan
tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi
yang dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap tingkah laku anggota
suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan
yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya
berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan
berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang.
Hal dari evaluasi
tersebut menjadi audit sosial.Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran
karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang
mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang
baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan
status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang
bersangkutan. Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah
menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal
dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk
menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan
tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan
perusahaan.
Dalam kehdupan
komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan
anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi
sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa
kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan
komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam
pranata sosial perusahaan dapat menentukan keberlangsungan aktivitas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya setiap kegiatan
perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai
positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan
pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat
mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya
mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau
masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa
jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan
lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi
sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar